(suatu kredo simbolis atas kebohongan)
oleh : Eko Nugroho
Invasi terlaknat Israel ke Palestina dan Lebanon adalah suatu peristiwa atau drama tragedy yang begitu fenomenal . Kekerasan fisik yang didorong oleh nafsu dominasi biadab Israel telah membunuh banyak jiwa baik orang dewasa dan anak-anak . Hororisme ini bukan hanya menebar ketakutan di bumi para nabi dan Lebanon saja tetapi seluruh dunia.
Setiap yang menyaksikan kejadian ini pasti berpendapat kejam , sadis , dan lain-lain . Dan konflik ini pun bukan hanya terjadi pada taraf dominasi fisik atau meja politis tetapi telah merayap ke area simbolis . Simbolis? Tentu konflik tersebut diberitakan dalam media massa dan citra yang dikeluarkan oleh media adalah sebuah konstruksi realitas yang dikemukakan media kepada khalayak. Sehingga di sini bisa dilihat suatu konstruksi konflik dan kekerasaan . Berger dan Luckman mengatakan bahwa pada dasarnya realitas yang diciptakan media merupakan suatu konstruksi realitas . Sehingga kekerasan yang dibentuk oleh teks teks berita --- foto maupun berita tulis --- adalah konstuksi . Artinya sesuatu yang hadir dalam bangunan pesan media adalah disengaja untuk ada demi tujuan tertentu oleh pihak tertentu .
Konstruksi kekerasan ini menempatkan setiap pihak dalam sebutan dan posisi tertentu .Namun banyak tayangan media justru menciptakan gambaran buruk yang tidak seimbang satu sama lainnya . Citra dunia Islam dalam hal ini, tetap digambarkan sebagai pihak lemah dan bersalah . Ujaran tentang “ teroris” ataupun pihak yang bersalah selalu memenuhi halaman ataupun bidang bidang tayang media massa dunia.( Piliang 89: 2005 ;)
Dapat dikatakan perang Timur-Tengah yang semula hanya perang fisik kini beralih ke bentuk kekerasan yang lebih halus dan canggih yaitu kekerasan simbolik . Seperti apa kekerasan simbolik yang terjadi itu dan representai apa yang membuat suatu konstruksi alienasi bagi pihak Islam…?
Pertanyaan ini mengacu kepada spesifik bentuk bentuk reprsentasi dan tindak alienasi pada konstruksi realitas yang dibentuk media . Semua ini ingin dilihat dengan mengajukan sebuah bahan analisa yaitu foto berita karya Denis Sinaykov dari AFP yang ditayangkan oleh Republika , Selasa ,15 Agustus 2006.hal 8.. Foto itu menggambarkan penarikan mundur pasukan Isrtael dari wilayah Lebanon . Sebagian dari tentara yang digambarkan disana tertawa senang , suatu sign tentang kemenangan , pelecehan dan penempatan posisi kemenangan pada pihak Israel.
Invasi terlaknat Israel ke Palestina dan Lebanon adalah suatu peristiwa atau drama tragedy yang begitu fenomenal . Kekerasan fisik yang didorong oleh nafsu dominasi biadab Israel telah membunuh banyak jiwa baik orang dewasa dan anak-anak . Hororisme ini bukan hanya menebar ketakutan di bumi para nabi dan Lebanon saja tetapi seluruh dunia.
Setiap yang menyaksikan kejadian ini pasti berpendapat kejam , sadis , dan lain-lain . Dan konflik ini pun bukan hanya terjadi pada taraf dominasi fisik atau meja politis tetapi telah merayap ke area simbolis . Simbolis? Tentu konflik tersebut diberitakan dalam media massa dan citra yang dikeluarkan oleh media adalah sebuah konstruksi realitas yang dikemukakan media kepada khalayak. Sehingga di sini bisa dilihat suatu konstruksi konflik dan kekerasaan . Berger dan Luckman mengatakan bahwa pada dasarnya realitas yang diciptakan media merupakan suatu konstruksi realitas . Sehingga kekerasan yang dibentuk oleh teks teks berita --- foto maupun berita tulis --- adalah konstuksi . Artinya sesuatu yang hadir dalam bangunan pesan media adalah disengaja untuk ada demi tujuan tertentu oleh pihak tertentu .
Konstruksi kekerasan ini menempatkan setiap pihak dalam sebutan dan posisi tertentu .Namun banyak tayangan media justru menciptakan gambaran buruk yang tidak seimbang satu sama lainnya . Citra dunia Islam dalam hal ini, tetap digambarkan sebagai pihak lemah dan bersalah . Ujaran tentang “ teroris” ataupun pihak yang bersalah selalu memenuhi halaman ataupun bidang bidang tayang media massa dunia.( Piliang 89: 2005 ;)
Dapat dikatakan perang Timur-Tengah yang semula hanya perang fisik kini beralih ke bentuk kekerasan yang lebih halus dan canggih yaitu kekerasan simbolik . Seperti apa kekerasan simbolik yang terjadi itu dan representai apa yang membuat suatu konstruksi alienasi bagi pihak Islam…?
Pertanyaan ini mengacu kepada spesifik bentuk bentuk reprsentasi dan tindak alienasi pada konstruksi realitas yang dibentuk media . Semua ini ingin dilihat dengan mengajukan sebuah bahan analisa yaitu foto berita karya Denis Sinaykov dari AFP yang ditayangkan oleh Republika , Selasa ,15 Agustus 2006.hal 8.. Foto itu menggambarkan penarikan mundur pasukan Isrtael dari wilayah Lebanon . Sebagian dari tentara yang digambarkan disana tertawa senang , suatu sign tentang kemenangan , pelecehan dan penempatan posisi kemenangan pada pihak Israel.
Untuk membuka apa dan bagaimana foto itu terbaca sebagai kekerasan simbolik kerangka analisis semiotika Roland Barthes dapat menjelaskannya sebagai berikut. Barthes berpendapat bahwa pada dasarnya tanda bekerja dalam dua orde , pertama denotasi ialah bagaimana sebuah tanda dibaca secara telanjang dan leksikal artinya di baca secara awam menurut system kebahasaan yang common. , yang kedua adalah konotasi , ditahap inilah bersarang cara penafsiran tanda oleh kelompok tertentu berdasarkan latar belakng mereka . Barthes menyebutnya inilah struktur mitos . Makna yang terkandung pada tanda – di orde kedua – bergantung pada beberapa hal yaitu, kebiasaan berbahasa, sejarah , tradisi pendidikan , dan intertekstual yang membentuk tanda itu sendiri.(Barthes : 1972)
Dari segi denotasi foto karya Sinaykof memberikan pesan perdamaian bahwa ada inisiatif Israel untuk menyelesaikan konflik dengan menarik mundur pasukan . Tentara Israel yang terlihat tersenyum memnyimbolkan suatu sikap positif bagi perdamain . Dimana bahasa foto yang dibuatnya adalah kata “ perdamaian “ yang dilontarkan pihak Israel.
Dari segi konotasi hal ini dipandang berbeda , sebelumnya mari kita lihat bagaimana latar belakang penanda- penanda serta representasi pada foto tersebut ..
Dari segi intertextualitas Israel kerap digambarkan atau menggambarakan dirinya sebagai monster kekerasan . Bahkan secara faktual foto foto atau text berita lain menunjukan bahwa Israel adalah penjagal nomor wahid abad ini . tercatat ribuan orang Palestin terbunuh dalam invasi mereka ke Jalur Gaza . Selain itu banyak kecurangan yang mereka lakukan sebagai fakta intertextual dengan foto ini.
Sebuah teks foto seorang yahudi tampak berfoto diepan mayat seorang pejuang Palestine dan teks yang paling terkenal akan kekejaman ini adalah teks foto yang dikeluarkan oleh televisi Prancis tentang seorang anak yang tewas tertembak bersama ayahnya(Maulani: 2002.). Secara intertextual foro foto ini lebih banyak menggariskan suatu pemikiran bahwa pada dasrnya bahasa kebencian adalah bahasa sehari hari kaum yahudi . Dendam mereka atas pengusiran di Khaibar dan Madinah (perang Parit) hampir seribu tahun lalu masih membayangi dan tetap akan menjadi obsesi kesumat mereka pada umat Islam.
Dari segi sejarah , Israel dalam protokol yahudinya tidak berniat untuk berdamai . mereka terobsesi pada pendirian Negara yahudi raya semata- ( Maulani: 2002) . Diawali dengan konsep Theodore hertzl tentang zionisme sampai tentang holocost yang digunakan sebagai alasan “ pemaaf “ bagi tindakan tindakan mereka , juga pemilikan licik tanah tanah di bumi palestina.
Rabhi Shneur Zalman pendiri Habad lubavitch yang dikemukakan di majalah the republic berpendapat bahwa pada dasarnya semua ras dan agama menurut Talmud adalah super sampah(Maulani 2002: 115) . Pendapat ini adalah pendapat seorang rabi atas tafsirannnya terhadap Talmud dan pendapat sejenis banyak ditemukan dalam konsepsi zionisme . Ini diperkuat oleh isi Talmud perjanjian kecil , soferim 15 , kaidah 10 “ inilah kata kata dari rabi Simeon Been Yohai ”tob shebe gayyim harog” ( bahkan orang kafir yang baik sekalipun seluruhnya harus dibunuh)”.
Pertentangan Yahudi- Islam diukir sejak jauh hari . Lebih seribu tahun lalu dikala Nabi Muhammand belum lahir nubuah-nubuah tentang kelahiran nabi-nabi sudah mereka pelajari dan mereka dikenal sebagai “Prophet killer..” . Seperti ketika pendeta kristen Bahira menemukan tanda-tanda kenabian itu pada Muhammad dan menyuruh Abu Thalib membawanya kembali ke Mekah . Pada saat itu Bahira berusaha melarikan Muhammad dari gangguan yahudi di Yastrib (Al Bhuty :1977).
Pada saat Rasullah telah menjadi Nabi ulah mereka menjadi jadi , pada perang parit(khandak) ditengah keterdesakan kaum muslim Yahudi Bani khurauidzah membatalkan perjanjian dan balik menyerang kelompok muslim , namun berhasil dikalahkan dengan tindakan memalukan . Dan seluruh laki laki dari bani ini di hukum mati.
Kejadian yang paling memukul yahudi yaitu di khaibar, sebuah area kekuasaan dan basis territorial mereka yang kuat di pukul mundur . Sejak itu mereka jadi bangsa terusir kembali. Obsesi inilah yang memupuk kebncian mereka pada kaum muslimin dan kaum goyyim( kafir menurut yahudi) lainnya. Diaspora kaum yahudi berabad-abad menyebabkan timbulnya dendam untuk kemudian membuat identitas tertentu bagi tujuan mereka memiliki suatu basis territorial .
Cara utama dan yang paling diandalkan mereka adalah opini publik . Berbicara opini Publi , tentu berbicara media massa . Dan mereka juga menyebut nyebut soal ini dalam protokol mereka . Dalam Sejarah Amerika serikat sebagai “pioneer “ liberalisasi Pers, masyarakat Yahudi telah banyak melakukan sepak terjangnya seprti amalgamisasi media massa menjadi beberapa media besar saja serta “pembunuhan” media massa karena tidak seusai kepentingan mereka. Contohnya kasus New york herald yang kemudian akhirnya ikut tenggelam bersama pemiliknya J Gordon Bennet (1835) (Altschull :1995).. New york Herald adalah salah satu media massa yang kala itu “sulit diatur” oleh komunitas masyarakat Yahudi . dan secara pasti mendapat serangan dari mereka karena banyak mengkritik sepak terjang Yahudi , baik di sektor ekonomi ataupun Politik saat itu.
Dari segi politik ekonomi kepemilikan capital media massa oleh pihak Yahudi mempengaruhi penggunan Kontrol media terhadap sistem sosial global yang alih- alih menghasilkan keadilan malah menguasai atau mendominasi hak-hak orang lain melalui kanal- kanal komunjkasi massa tersebut.
Di setiap kampanyenya Israel memakai kedok “wacana perdamaian”. Dengan menstigmatisasi sejarah bahwa bukan mereka yang menindas, tapi mereka yang tertindas dengan mendengung-dengungkan peristiwa pembantaian ribuan warga Yahudi di perang dunia kedua (Holocaust). Mereka menciptakan symbol-simbol dan bahasa “perdamaianya” sendiri . Namun seiring dengan itu , pembantaian di belahan dunia --terutama warga Arab dan Muslim yang saat ini diketahuI merupakan permainan intelejen mereka — selalu menyertai slogan-slogan perdamaian yang dikumandangkan -- dan sebagaian besar di bawah naungan PBB . Ini menjadi alas an pemaaf bagi Israel atas kekejaman yang mereka lakukan.
Dari analisis dan fakta tersebut pada penandaan orde kedua (konotasi) di teks ini memperkuat suatu analisa bahwa Perdamaian sebagai penanda yang direpresentasikan melalui mundurnya tentara Israel dari Libanon oleh teks foto ini mengandung mitos dominasi , sadisme yahudi, balas dendam , dan pelecehan terhadap muslim. Bahwa perdamian berarti kemusnahan bangsa lain dan kemenangan Yahudi . Pada dasarnya mereka berusaha menurunkan kepalsuan-kepalsuan yang disembunyikan melalui paket tanda di orde pertama . Kemudian sebenarnya kalau kita lihat dari pertumbuhan mitos yang ada , pada dasarnya gambar teks foto tersebut mengkonotasikan keinginan untuk menguasai , marjinalisasi dan pelecehan etnis, di satu sisi senyuman mereka adalah dendam kesumat yang akan mereka tumpahkan bukan hanya pada rakyat palestina tetapi juga pada seluruh umat Islam dan bangsa bangsa di dunia…
Perdamian dan banalitas Kematian
Setelah kita bedah perdamaian dalam tampilan media di atas bisa dikatakan bahwa perdamaian telah lepas dari perdamian itu sendiri . Dan ketika itu terjadi maka perdamaian hanya illusi yang dilahirkan oleh pergerakan realitas yang dibentuknya . J.P Baudrillard berpendapat bahwa tanda-tanda media yang dimaksudkan pada segalanya tersebut lebih merupakan sesuatu yang tenggelam dalam penampakanya. Yaitu ketika suatu objek lepas dari dirinya sendiri sepertim perdamaian yang kemudian di pelintir semena mena menjadi tameng bagi suatu dominasi kejam melalui opini publik yang begitu hebat.
ZA Maulani menyebutkan bahwa pada dasarnya demokrasi yang berkoherensi dengan perdamiaan yang didengungkan oleh Israel hanyalah suatu alasan belas kasihan dan pemaaf yang sebenarnya adalah illusi yang fatal bagi sebuah kepercayaan hidup baru yang telah menjadi pemahaman lumrah seluruh penjuru dunia.
Jargon perdamaian sendiri secara tidak langsung diterima oleh dunia bersama budaya kekerasan yang semakin memuncak yang dipertotntonkan oleh Israel . Dengan bungkus perdamaian , semua darah umat Islam dianggap sebagai banalitas. Yaitu yang oleh J Baudrillard disebut sebagai banality death ,kematian yang sia sia yang terjadi dalam wacana text baik media maupun realitas popular yang ada .Dimana makna dari suatu kematian menjadi sebuah kamahfuman dan bukan opini kekejaman yang sakral.
Seperti kita lihat bahwa makn kematian orang palestina hany seprti sebuah kesenangan totntonan \yang disajikan secara langsung oleh kantor berita . dan kesnangan atas totntonan horror itu menjadi sesuatau yang biasa dan menjadi bagian dari “pesta” tanda tanda hamper keseharian seluruh manusia di bumi ini yang diterpa oleh keberadaan media. Dan kacaunya, tanda tanda yang digunakan sebagai penanda bagi “kekejaman” itu adalah wacanan atau text dalam wacana perdamian.
Ketika ini berlangsung terus menerus maka terbentuklah budaya kekerasan dimana kematian/kekejaman yang dibungkus denagn bahasa perdamaian adalah sebuah langgam budaya tersendiri. Orang jadi terbiasa untuk melihat semua wacana ini sebagi kewajaran . Berita atau gambar tentang anaka anak yang mati dio penggiran jalan jalur gazaz hanya menjadi citra hiburan semata pemebrntukan suatu kepalsuan sehingga dimata penonton ada suatu variasi konflik . Ini dihadirkan untuk semata mata memecah kekakauan denagn nilai berita yang pada akhirnya bermuaar pada kepentingan kapitalisme.
Dan sekali lagi mereka yang terbantai itu digambarkan dengan kehilangan esensi asli dari sebuah peristiwa . tapi justru sebuiah komoditas hedonis yang bertujuan menyenangkan orang lain. Mengenai penilaian salah benar mereka yang menonmton hany bilang itu mengerikan . Tetapi di lain sisi kat kata mnereka tersebut adalah palsu karena mereka adalah masyarakat konsumsi yang hidup dalam prinsip simulacrum. Kata kata yang mereka lontarkan adalah sebuah copy dari pemikiran tentang imaji yang telah ditatanam kan dalam benak mereka melalu I maji media. Mereka hany melihat itu salah tetapi setelah itu semuanya kososng saja tidak mendapalam , tidak bermakana merekja hanya senag saja atau demi kesenagan konsumtif saja.
Sehingga perlu dipertanyakan saat ini apa itu perdamaian – ala barat dan yahudi--- aapakah perdamian itu hany suatu imaji copy atas kepalsuan, apakah niat niat baik yang diednagung denagunkan media hanya sebuah konstreuksi kebophongan. Lalu bagaiman denagn rakyat Palestina apakah mereka hanya boneke bonewka yang mengisis kesenagan kita sehari hari………..hanya allah yang tahu itu semua.